Mulut kucing yang bernajis
Jika seorang melihat kucing yang memakan najis seperti bangkai tikus, kemudian ia minum di air yang kurang dari dua qullah (11 tanakah atau 81 kati Syam) sebelum kucing itu pergi dari tempat itu, maka air itu menjadi najis.
Tetapi jika kucing itu pergi selama beberapa waktu yang memungkinkan ia untuk mencapai tempat air yang jumlahnya mencapai dua qullah, kemudian ia meminum dari air kurang dari dua qullah itu, maka air itu tidak menjadi najis. Air dua qullah tidak menjadi najis karena masuknya benda najis.
Tanah yang terkena najis cair
Tanah yang terkena najis cair yang cepat menguap semisal khamr, cara menyucikannya adalah dengan menuangkan air ke bagian yang tersiram khamr itu. Bagian tanah yang terkena najis itu hukumnya suci dan tidak disyaratkan kering terlebih dulu. Akan tetapi sebagaimana yang telah dijelaskan pada bagian terdahulu, jika air sedikit yang terkena najis diperbanyak dengan cara menuangkan air suci dalam jumlah yang banyak tapi kemudian jumlahnya tidak mencapai ukuran dua qullah, hukum air tersebut tidak suci.
Jika bekas najis pada tanah hilang sebab sinar matahari, api, atau angin, hukumnya tetap tidak suci sampai tanah tersebut disiram dengan air yang mengalir.
Benda cair selain air tidak bisa disucikan
Seperti yang telah kita ketahui bahwa setiap benda cair selain air seperti cuka dan susu ketika terkena najis tidak mungkin dapat disucikan. Namun jika suatu benda yang terkena najis itu merupakan benda padat, semisal keju, maka caranya buanglah najis dan bagian di sekitar keju tersebut. Bagian sisanya tetap suci. Hal ini berdasarkan hadits Maimunah seekor tikus jatuh ke dalam lemak, dan Nabi kemudian ditanya tentang hal itu. Rasulullah pun menjawab, "Buanglah bagian yang terkena najis dan sekelilingnya, lalu makanlah sisanya."
Hukum air yang telah digunakan untuk mencuci najis
jika air tersebut berubah sifatnya atau bertambah banyak, maka hukumnya najis. Tetapi jika tidak berubah sifatnya atau tidak bertambah banyak, hukumnya tidak najis. Jika air tersebut mencapai dua qullah, hukumnya suci, karena ia bukan termasuk air musta'mal. Namun jika air tersebut tidak mencapai dua qullah, hukumnya sebagaimana hukum tempat yang terkena najis setelah dibasuh dengan air. Artinya, apabila tempat tersebut hukumnya suci, air tersebut juga suci, tapi tidak menyucikan karena sudah digunakan. Dan jika tempat yang dibersihkan tersebut hukumnya tidak suci, air basuhan tersebut juga tidak suci.
Hukum air liur unta
Bekas air liur"unta tidak perlu dicuci, karena hukumnya suci. Dasarnya adalah hadits riwayat 'Amr bin Jarihah yang berkata bahwa ketika Rasulullah berkhutbah di Mina. Beliau berada di atas (di sisi) tunggangannya. Pada saat itu, air liur unta tunggangan Rasulullah mengalir di atas bahu beliau."
Hukum daging keledai rumahan
Hukum daging keledai rumahan (bukan keladai liar/keledai hutan) adalah najis dan haram dimakan. Dasarnya adalah hadits mutafaq 'alaih dari Anas bin Malik yang berkata, "Ketika terjadi perang Khaibar, Rasulullah memerintahkan Abu Thalhah untuk menyampaikan maklumat. Abu Thalhah berseru, "Rasulullah melarang kalian memakan daging keledai rumahan, karena keledai rumahan adalah najis."
Posting Komentar