Sebab-sebab Terjadinya Perbedaan Pendapat Ulama
Seluruh ulama sepakat bahwa Kitabullah (Al-Qur'an) kemudian Sunnah Rasulullah tidak akan pernah bisa berubah dalam syari'at dan tidak boleh pula menjadikan sumber hukum lainnya selama di dalam keduanya ada penjelasan mengenai masalah tersebut. adalah sumber utama yang Setiap Imam mazhab pasti mengerahkan seluruh kemampuan dan kesungguhannya dalam berijtihad untuk menggali pengertian yang terkandung dalam Al-Qur'an atau Sunnah atau kedaunya sekaligus. Kepatuhan itu mengakibatkan terjadi banyak perbedaan pendapat diantara para imam dalam penggalian hukum dari kedua sumber tersebut.
Sebab terjadinya perbedaan pendapat antara para ulama berkisar pada dua hal. Pertama, sebab yang ditimbulkan dari Al-Qur'an dan Sunnah sekaligus. Kedua, sebab yang khusus menyangkut Sunnah.
Perselisihan yang timbul karena sebab yang ditimbulkan oleh Al-Qur'an dan Sunnah
Karakteristik bahasa Arab yang selalu meletakkan dua makna atau lebih dalam satu kata, mengembalikan (pengertian satu kata) kepada makna hakiki dan makna majazi, atau karena adanya pengembalian (pengertian satu kata) antara pengertian lughawi (etimologis) dengan pengertian syar'i (epistemologis). Karakteristik khusus bahasa Arab lainnya adalah bahwa susunan satu kalimat bisa mengandung dua pengertian yang berbeda disebabkan masuknya huruf tertentu dalam kalimat tersebut.
Seperti diketahui bahwa Al-Qur'an dan Sunnah berbahasa Arab, maka karakteristik bahasa Arab tersebut secara otomatis terkandung di dalam keduanya yang kemudian dapat mempengaruhi persepsi para ulama dalam upaya penggalian pengertian yang terkandung di dalamnya. Dari sini kemudian timbul perbedaan para ulama dalam memahami pengertian yang dimaksud keduanya. Berikut ini kami sebutkan beberapa contoh perbedaan ulama yang timbul karena adanya karakteristik bahasa Arab tersebut:
Pertama, satu kata yang memiliki dualisme pengertian secara hakiki. Seperti kata "quru'” terdapat dalam firman Allah sehubungan dengan masalah wanita haid, yaitu:
"Wanita-wanita yang ditalak hendaknya menahan diri menunggu) tiga kali quru'."(QS AL-Baqarah 228)
Kata tersebut mengandung dualisme pengertian antara haid dan suci. Dalam bahasa Arab kata itu memang bisa digunakan untuk kedua pengertian tersebut. Kesepakatan para ulama terletak pada pengertian bahwa yang dimaksud adalah salah satu dari dua pengertian tersebut dan bukan kedua-duanya. SedangkanSedangkan yang diperselisihkan adalah pengertian mana diantara keduanya yang dimaksud dalam ayat tersebut.
Imam Malik, Syafi'i, dan Ahmad berpendapat bahwa yang dimaksud adalah suci. Sedangkan Abu Hanifah dan lainnya mengatakan bahwa yang dimaksud adalah haid.
Banyak lagi kelompok ulama yang menerangkan pengertian kata tersebut berdasarkan pendapat masing-masing. Bila Anda ingin mengetahuinya lebih jauh silahkan membaca kitab-kitab tafsir.
Kedua, Adanya satu kata yang bisa mengandung pengertian hakiki dan majazi sekaligus. Seperti terdapat dalam firman Allah :
"...atau dibuang dari negerinya (tempat kediamannya)." (QS Al Maidah 33)
Ayat tersebut berkaitan dengan hukuman bagi orang yang memerangi Allah dan Rasul-Nya. Mayoritas ulama mengertikan; dikeluarkan dari daerah tempat mereka berbuat kerusakan. Demikian itu adalah pengertian secara hakiki. SedangkanSedangkan Abu Hanifah mengatakan bahwa pengertiannya adalah as-sijn (dipenjara) sebagai makna majazi.
Ketiga, Adanya satu kata yang bisa mengandung pengertian secara lughawi (etimologis) dan syar'iy (epistemologis)sekaligus. Contohnya adalah perbedaan ulama seputar kata banatukum (anak-anakmu yang perempuan) yang terdapar dalam ayat tentang wanita-wanita yang haram dinikahi. Abu Hanifah mengatakan bahwa dalam kalimat tersebut mencakup anak perempuan yang dilahirkan dari perzinahan. Pemaknaan tersebut berangkat dari pengertian kata bint(anak perempuan) secara bahasa. Maka anak perempuan hasil perzinahan juga haram dinikahi karena terbentuk dan sperma ayahnya. Sedangkan Imam Syafi'i berpendapat bahwa sang ayah tidak memiliki hubungan (nasab) dengan anak perem puan tersebut, maka tidak haram baginya menikahi anak perempuan yang dihasilkan dari spermanya (dengan berzina) dengan asumsi bahwa (1)anak perempuan tersebut bukan anak perempuannya secara syar'i,(2) tidak adanya hubungan mewarisi antara keduanya, (3)tidak diperbolehkannya keduanya berkhalwat (berduan tanpa ditemani mahram si wanita) dan (4)tidak adanya hak wali baginya terhadap anak perempuan tersebut.
Sumber perselisihan tersebut berasal dari kata yang diartikan secara lughawi (bahasa), yaitu anak yang dilahirkan dari sperma seorang laki-laki secara mutlak. Sedangkan pengertian secara hakikat syar'iyyah adalah khusus anak yang dilakukan dari sperma seorang laki-laki di bawah naungan pernikahan yang sah secara syar'i.
Keempat, perselisihan yang bersumber dari banyaknya pengertian yang timbul dari susunan kata dalam satu kalimat karena masuknya huruf tertentu. Seperti huruf ba' pada firman Allah:
وامسØوا برءوسكم
"... dan usaplah kepalamu."(QS AL-Maidah. 6)yang di dalamnya Allah menerangkan rukun rukun wudhu. Ulama Malikiyah dan Hanabilah mengatakan bahwa huru ba' dalam kalimat tersebut adalah zaa-idah (tambahan).Dalam pengertian ini wajib hukumnya mengusap seluruh kepala.
Sementara Ulama Hanafiyah dan Syafi'iyah mengatakan bahwa huruf ba dalam kalimat tersebut bermakna littabi’dh (menyatakan sebagian). Dalam pengertian ini tidak wajib mengusap seluruh kepala.
Perselisihan yang hanya disebabkan oleh dalil Sunnah.
Dalam masalah ini perselisihan dibagi menjadi tiga segi, segi nukil (kutipan) dan riwayat, segi perbuatan Rasul kaitannya dengan penyertaan umat beliau juga, dan segi hadits yang nasikh (menghapus) dan yang mansukh (terhapus).
Adapun perselisihan yang bersumber dari segi nukil (kutipan) dan riwayat, berikut ini kami uraikan contohnya.
Terkadang ada hadits yang sampai pada satu Imam dan tidak sampai pada Imam lainnya, atau sampai kepada mereka berdua tetapi salah satunya melalui jalur yang tidak bisa dijadikan hujjah (dasar pijakan hukum), sementara satunya melalui jalur yang bisa dijadikan hujjah. Bisa juga sampai kepada mereka berdua melalui satu jalur, akan tetapi salah satunya melihat dalam urutan rawinya ada orang yang menyebabkan hadits tersebut menjadi dha'if dan hal itu tidak dilihat oleh ulama satunya. Atau sampai kepada mereka berdua melalui jalur yang sama dan mereka juga sepakat terhadap sifat masing-masing rawi, tetapi salah satunya menerapkan syarat dalam penerapan hadits tersebut yang syarat itu tidak diterapkan oleh ulama lainnya.
Sumber perselisihan dari segi ini adalah perselisihan yang paling banyak diperbincangkan diantara para Imam. Hal ini pula yang menjadi penyebab utama terjadinya perselisihan para ulama dalam menetukan hukum dari dalil Sunnah yang bersangkutan, baik Sunnah itu sebagai sumber hukum secara independen maupun yang berfungsi sebagai penjelas Al-Qur'an.
Adapun perselisihan yang timbul dari segi perbuatan Rasul maka sebagaimana telah kita ketahui bahwa ada persoalan yang khusus bagi Nabi, perbuatan tersebut hukumnya wajib bagi beliau, seperti shalat malam. Atau keringanan yang diberikan secara khusus kepada beliau dan tidak untuk umatnya, seperti diperbolehkannya beliau memiliki istri lebih dari empat, atau diperbolehkannya beliau untuk menikah tanpa mahar dan lain-lain. Perbuatan-perbuatan tersebut menunjukkan adanya kekhususan untuk beliau dan tanpa melibatkan umatnya, walaupun semestinya tidak melibatkan umat beliau.
Namun demikian, terkadang para ulama berbeda pendapat dalam hal apakah perbuatan tersebut khusus bagi Nabi atau berlaku umum, termasuk kepada umat beliau. Sebagaimana bahwa setiap perbuatan beliau yang ditetapkan sebagai penjelas bagı Al-Qur'an, maka telah disepakati bahwa perbuatan tersebut juga menjadi kewajiban bagi umatnya. Atau karena adanya penjelasan dari Nabi, seperti dalam sabdanya : “shalatlah kalian sebagaimana kalian melihatku shalat." Adapun dari segi nasikh (penghapus) dan mansukh (dihapus), maka ketika keduanya shahih dalam hal sanad dan matanya namun kontradiktif.maka salah satunya harus menjadi penghapus dari hadits lainnya, dan hadits yang terbaru menghapus hadits yang terdahulu. DenganDengan demikian, terlebih dahulu kita harus mengetahui waktu keluarnya masing-masing hadits tersebut untuk mengetahui mana yang akan menghapus dan mana yang akan dihapus. Terkadang perselisihan bisa timbul dari sudut pandang ini seperti salah satu Imam melihat salah satu hadits lebih dahulu keluar daripada lainnya, sementara imam lainnya berpendapat sebaliknya. Akan tetapi yang paling banyak terjadi adalah dihapus Sunnah secara hukum dengan Al-Qur'an.
Termasuk penyebab terjadinya perselisihan adalah adanya perbedaan pandangan antara satu Imam dengan lainnya dalam kaidah ushul fiqih. Untuk mengetahui penyebab terjadi perselisihan para imam mazhab yang disebabkan perbedaan penetapan kaidah ushul fiqih, maka terlebih dahulu kita harus mengetahui ketetapan para ulama dalam hal ushul fikih yang terdiri dari beberapa bagian.
- Dalam hal perintah, maka perselisihan terjadi pada apakah perintah tersebut menunjukkan hukumnya wajib atau sunnah.
- Dalam hal larangan, maka apakah larangan tersebut menun jukkan fasad (ketidaksahan) atau shihah (kesahan) atau tidak kedua-duanya.
- Dalam persoalan yang umum, maka apakah menjadi hujjah setelah adanya pengkhususan pada sebelumnya atau tidak bisa menjadi hujjah. Atau apakah bisa pengkhususan dengan menggunakan hadits ahad dan qiyas atau tidak.
- Dalam persoalan mutlak, maka apakah mengandung ketentuan atau tidak. Atau sahkah menetapkan sebuah ketentuan dengan hadits ahad atau tidak.
- Adapun dalam masalah mafhum, maka apakah suatu kata juga menunjukkan hukum yang ada pada kebalikan bunyi nash, atau tidak. Dan masih banyak lagi hal lain yang bisa kita ketahui tentang masalah ini dalam buku-buku yang telah ditulis oleh ahlinya. Diantara kitab terbaik yang membahas masalah ini adalah kitab Atsarul Ikhtilaf fil Qawaid Ushuliyyah karya Dr. Al-Khan.
Demikianlah sebab-sebab timbulnya perbedaan pandangan para Imam. Sebagian perbedaan ini saya sebutkan dengan tujuan agar pembaca yang budiman mengetahui bahwa perbedaan tersebut bukan karena hawa nafsu mereka belaka. Tetapi, perbedaan tersebut adalah hasil ijtihad dan kehati-hatian mereka alam menjelaskan hukum suatu persoalan. Barangsiapa yang ijtihadnya benar, maka dia mendapat dua balasan kebaikan dan Siapa yang salah maka baginya satu balasan kebaikan.
Posting Komentar